Rabu, 11 Maret 2015

“PENDIDIKAN POLITIK PEREDAM ISU KONFLIK PILKADA”



“PENDIDIKAN POLITIK PEREDAM ISU KONFLIK PILKADA”
Oleh
Yosep Copertino Apaut, SH
Mahasiswa Ilmu Hukum Program Pascasarjana Undana

Pendidikan dan politik adalah dua elemen penting dalam sistem sosial politik di suatu negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Keduanya bahu-membahu dalam proses pembentukan karakteristik masyarakat di suatu negara. Lebih dari itu, keduanya satu sama lain saling menunjang dan saling mengisi. Lembaga-lembaga dan proses pendidikan berperan penting dalam membentuk perilaku politik masyarakat. Begitu juga sebaliknya, lembaga-lembaga dan proses politik di suatu negara membawa dampak besar pada karakteristik pendidikan yang ada di dalamnya. Jelas bahwa hubungan antara keduanya adalah realitas empiris yang telah terjadi sejak awal perkembangan peradaban manusia dan menarik perhatian banyak kalangan. Istilah pendidikan politik dalam Bahasa Inggris sering disamakan dengan istilah political sucialization. Istilah political sosialization jika diartikan secara harfiah ke dalam bahasa Indonesia akan bermakna sosialisasi politik. Dengan menggunakan istilah political sosialization banyak yang mensinonimkan istilah pendidikan politik dengan istilah Sosialisasi Politik, karena keduanya memiliki makna yang hampir sama. Dengan kata lain, sosialisasi politik adalah pendidikan politik dalam arti sempit. Menurut Ramlan Surbakti, dalam memberikan pengertian tentang pendidikan politik harus dijelaskan terlebih dahulu mengenai sosialisasi politik sehingga tidak terkesan ambigu dalam memahami arti Pendidikan Politik. Surbakti berpendapat bahwa: Sosialisasi politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Bagi Subekti, Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik diantara pemberi dan penerima pesan. Sementara indoktrinasi politik merupakan proses anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik.
Pendapat di atas secara tersirat menyatakan bahwa pendidikan politik merupakan bagian dari sosialisasi politik. Pendidikan politik mengajarkan masyarakat untuk lebih mengenal sistem politik negaranya. Dapat dikatakan bahwa sosialisasi politik adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. Melalui proses sosialisasi politik inilah para anggota masyarakat memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam kehidupan bermasyarakat. David Easton dan Jack Dennis dalam bukunya Children in the Political System memberikan batasan mengenai political sosialization yaitu bahwa "Political sosialization is development process which persons acquire arientation and paternsof behaviour”. Pendapat di atas mengungkapkan bahwa pendidikan politik adalah suatu bentuk pendidikan yang dijalankan secara terencana dan disengaja baik dalam bentuk formal maupun informal yang mencoba untuk mengajarkan kepada setiap individu agar sikap dan perbuatannya dapat sesuai dengan aturan-­aturan yang berlaku secara sosial. Dalam hal ini dapat terlihat bahwa pendidikan politik tidak hanya mempelajari sikap dan tingkah laku individu. Namun pendidikan politik mencoba untuk mengaitkan sikap dan tingkah laku individu tersebut dengan stabilitas dan eksistensi sistem politik.
Merujuk pada semua pengertian pendidikan politik yang disampaikan oleh beberapa ahli di atas, pada akhirnya yang dimaksud dengan pendidikan politik adalah suatu upaya sadar yang dilakukan antara pemerintah dan para anggota masyarakat secara terencana, sistematis, dan dialogis dalam rangka untuk mempelajari dan menurunkan berbagai konsep, simbol, hal-hal dan norma-­norma politik dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Secara sederhana dapat kita ambil dua tujuan utama yang dimiliki oleh pendidikan politik. Pertama, dengan adanya pendidikan politik diharapkan setiap individu dapat mengenal dan memahami nilai-nilai ideal yang terkandung dalam sistem politik yang sedang diterapkan. Kedua, bahwa dengan adanya pendidikan politik setiap individu tidak hanya sekedar tahu saja tapi juga lebih jauh dapat menjadi seorang warga negara yang memiliki kesadaran politik untuk mampu mengemban tanggung jawab yang ditunjukkan dengan adanya perubahan sikap dan peningkatan kadar partisipasi dalam dunia politik.

Peran Pendidikan politik terhadap isu Konflik Pilkada
menjelang pilkada serentak di Indonesia termasuk beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur, tentu hal yang paling penting untuk  diperhatikan adalah isu konflik yang soyogianya mesti telah diprediksi jauh sebelum proses Pilkada berlangsung. Peran pendidikan politik perlu dilaksanakan secara berkesinambungan agar masyarakat Nusa Tenggara Timur dapat terus meningkatkan pemahamannya terhadap dunia politik yang selalu mengalami perkembangan. Pembelajaran pendidikan politik yang terus berlanjut memang menjadi suatu kebutuhan yang sangat diperlukan mengingat masalah-masalah di bidang politik sangat kompleks, bersegi banyak, dan berubah-ubah. Permasalahan yang berpotensi memicu konflik akan benar-benar terlihat pada saat tahapan persiapan (mulai dari pendaftaran sampai pada verifikasi calon kepala daerah oleh KPU). Dalam tahapan ini saja, akan ada banyak potensi konflik mengingat banyaknya regulasi hukum yang tidak benar-benar menguntungkan beberapa pihak, semisal, pegawai negeri sipil yang harus meninggalkan statusnya sebagai Aparat Sipil Negara, manakala mencalonkan diri untuk ikut terlibat dalam proses Pilkada, sementara bagi TNI/POLRI hanya diberikan cuti dari jabatan/status sebagai anggota TNI/POLRI dan baru mengundurkan diri apabila terpilih sebagai kepala daerah. Tentu massa pendukung yang tidak memiliki dasar pendidikan politik akan mudah untuk disulut amarahnya terkait hal yang mungkin saja dialami oleh jagonya dalam pesta demokrasi yang berlangsung. tahapan proses (Pemilihan kepada daera hingga hasil Pemilihan yang diumumkan KPU). Pada tahapan ini, potensi konflik biasanya dipicuh karena perbedaan pendapat, perbedaan ideologi, perbedaan pandangan politik dan tidak menutup kemungkinan perbedaan gaya menarik simpati yang dianggap negatif semisal Money Politic,dan aksi lainya, yang berujung pada konflik bahkan terkesan kriminal antar massa pendukung. Pada tingkat Pasca Pilkada (gugat-menggugat karena banyaknya alasan yang melatar belakangi persoalan yang terjadi Pilkada). Pasca Pilkada, kecenderungan konflik bahkan aksi kriminal justru dipicuh karena berbagai persoalan yang fariatif, mulai dari DPT yang tidak terdaftar untuk memilih hingga penggelembungan suara yang menguntungkan salah satu pihak. Tentu ada tata cara dalam kehidupan bernegara, yang secara konstitusional diberikan ruang untuk melakukan upaya hukum demi tercapainya keadilan. Dapat diperkirakan bahwa Kurangnya pengetahuan Politik dan pembelajaran politik dari dari masyarakat akan berpotensi pada aksi kriminal, hingga pada tindakan brutal dan anarkis yang dilakukan massa pendukung salah satu pihak yang merasa dirugikan atau misalnya dicurangi oleh oknum-oknum tertentu.
Argumentasi sederhana untuk memberikan gambaran positif tentang pendidikan politik untuk menghadapi pilkada yang sehat dan elegan adalah Pertama, masyarakat mesti memaknai Pilkada sebagai proses berdemokrasi yaitu dengan berpartisipasi langsung dan aktif dalam pengambilan keputusan untuk memilih dan menentukan kepercayaan terkait pemerintahan yang akan dijalankan, dengan tetap memaknai perbedaan pendapat dan perbedaan pilihan sebagai dinamika politik dalam proses pencapaian tujuan bangsa yakni kemakmuran rakyat. Kedua, masyarakat harus menjadi ujung tombak terdepan yang secara objektif dan jujur mengawal proses pilkada demi tercapainya pilkada yang bersih dan elegan, terlepas dari perbedaan yang ada. Ketiga, masyarakat harus memahami bahwa apapun hasil yang dicapai (siapapun yang terpilih dalam Pilkada) merupakan representasi amanah dari masyarakat. Keempat, Masyarakat jangan tersulut amarah apabila terjadi pelanggaran dan kecurangan dalam Pilkada karena negara telah menyediakan ruang terhormat melalui Mahkama Konstitusi (MK) bagi setiap orang/kelompok orang (partai/team sukses) untuk menyalurkan keberatan manakala terjadi pelanggaran dalam pesta demokrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar